Buat tulisan ringkas tentang kejatuhan kerajaan banten ke tangan VOC ! Jawab : pada saat itu tahun 1619 kota Jayakarta jatuh ke tangan VOC. Jatuhnya Jayakarta membawa akibat buruk bagi Banten. VOC memaksa para pedagang untuk berlabuh di Jayakarta sehingga Banten menjadi sepi. EurYNef. HRMahasiswa/Alumni Universitas Negeri Yogyakarta18 April 2022 1303Halo Nia N. Kakak bantu jawab ya. Kronologi jatuhnya kerajaan Banten di tangan VOC adalah diawali dari adanya kerja sama Sultan Haji dengan Belanda. Dukungan Belanda atas Sultan Haji didasarkan pada lemahnya pemerintahan Sultan Haji yang kemudian dijadikan sebagai raja boneka oleh Belanda. Secara tidak langsung Belanda berhasil menguasai Banten. Berikut penjelasannya ya. Kerajaan Banten adalah salah satu kerajaan yang bercorak Islam di Nusantara. Kerajaan ini didirikan pada tahun 1552 oleh Syarif Hidayatullah. Faktor utama keruntuhan kerajaan Banten adalah Devide at Impera politik adu domba oleh VOC terhadap Kerajaan Banten di bawah pemimpinan Sultan Haji putra Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus pembantu raja Kerajaan Banten dengan Sultan Ageng Tirtayasa. Campur tangan VOC dalam perdagangan sekaligus permasalahan internal Kerajaan Banten memperkeruh hubungan Sultan Haji dan Sultan Ageng Tirtayasa. Konflik ini dilatar belakangi oleh kerja sama Sultan Haji dengan Belanda. Sultan Ageng Tirtayasa hendak mencabut tahta Sultan Haji. Namun, berkat dukungan Belanda Sultan Haji dapat mempertahankan tahtanya. Dukungan Belanda atas Sultan Haji didasarkan pada lemahnya pemerintahan Sultan Haji yang kemudian dijadikan sebagai raja boneka oleh Belanda. Secara tidak langsung Belanda berhasil menguasai Banten. Dengan demikian, kronologi jatuhnya kerajaan Banten di tangan VOC adalah diawali dari adanya kerja sama Sultan Haji dengan Belanda. Dukungan Belanda atas Sultan Haji didasarkan pada lemahnya pemerintahan Sultan Haji yang kemudian dijadikan sebagai raja boneka oleh Belanda. Secara tidak langsung Belanda berhasil menguasai Banten. Semoga membantu yaŸ˜ŠYah, akses pembahasan gratismu habisDapatkan akses pembahasan sepuasnya tanpa batas dan bebas iklan! . Pasukan Banten menyerang Batavia pada 1652 juga dimulai dari Tangerang dan meredakan perlawanan tersebut, VOC mengirimkan utusan sebanyak dua kali pada tahun 1655 dengan menawarkan pembaharuan perjanjian tahun 1645 disertai hadiah-hadiah yang menarik, namun keseluruhannya ditolak oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Bahkan Sultan Ageng Tirtayasa menanggapinya dengan memerintahkan pasukan Banten pada tahun 1656 untuk melakukan gerilya besar-besaran dengan mengadakan pengerusakan terhadap kebun-kebun tebu, pencegatan serdadu patroli VOC, pembakaran markas patroli, dan pembunuhan terhadap beberapa orang Belanda yang keseluruhan dilakukan pada malam hari33. Selain itu, pasukan Banten juga merusak kapal-kapal milik Belanda yang berada di pelabuhan Benten, sehingga untuk memasuki Banten, diperlukan pasukan yang kuat untuk mengawal kapal-kapal perlawanan sering terjadi, Sultan Ageng Tirtayasa seringkali mengadakan hubungan kerjasama dengan kesultanan lain, seperti kesultanan Cirebon dan Mataram serta dengan Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark34. Hal ini dilakukan agar Banten dapat memperkuat kedudukan dan kekuatannya dalam menghadapi kekuatan VOC. Dari Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark inilah Banten mendapatkan banyak bantuan berupa senjata api. Sultan Ageng Tirtayasa pun melakukan penyatuan terhadap daerah yang dikuasai oleh kesultanan Banten, yaitu Lampung, Bangka, Silebar, Indragiri dalam kesatuan pasukan kenyataan tersebut, VOC pun melakukan penyatuan kekuatan dengan menyewa serdadu-serdadu dari Kalasi, Ternate, Bandan, Kejawan, Bali, Makasar, dan Bugis karena serdadu Belanda jumlahnya sedikit. Pada saat terjadi perlawanan, serdadu-serdadu pribumi inilah yang melawan pasukan Banten, sedangkan serdadu Belanda lebih banyak berada dibelakang serdadu pribumi kuatnya pasukan Banten, ditambah dengan kurangnya persiapan VOC dalam menghadap Banten karena sedang berperang dengan Makasar37 membuat VOC pada sekitar bulan November dan Desember 1657 mengajukan penawaran gencatan senjata38. Pertempuran antara Banten dan VOC ini sangat merugikan kedua belah pihak. Gencatan senjatapun baru dapat dilakukan setelah utusan VOC dari Batavia mendatangi Sultan Ageng Tirtayasa pada tanggal 29 April 1658 dengan membawa rancangan perjanjian yang berisi sepuluh pasal. Diantara pasal tersebut, Sultan Ageng Tirtayasa mengajukan dua pasal perubahan. Namun, hal tersebut ditolak oleh VOC sehingga perlawanan dan peperangan kembali terjadiPenolakan dari VOC tersebut semakin menguatkan keyakinan Sultan Ageng Tirtayasa bahwa tidak akan ada kesesuaian pendapat antara kesultanan Banten dengan VOC sehingga jalan satu-satunya adalah dengan kekerasan, yaitu berperang. Oleh sebab itu, Sultan Ageng Tirtayasa mengumumkan perang sabil dengan terlebih dahulu mengirimkan surat ke VOC pada tanggal 11 Mei 165839. Menurut Djajadiningrat 198371 dan Tjandrasasmita 196712-16, pertempuran antara VOC dengan pasukan Banten berlangsung secara terus menerus mulai dari bulan Mei 1658 sampai dengan tanggal 10 Juli dasarnya, perlawanan Banten terhadap VOC setelah adanya keinginan untuk melakukan gencatan senjata dipicu oleh terbunuhnya Lurah Astrasusila diatas kapal VOC. Lurah Astrasusila yang saat itu menyamar sebagai pedagang kelapa membunuh beberapa orang Belanda di atas kapal bersama kedua temannya. Namun, apa yang dilakukannya berhasil diketahui oleh orang-orang Belanda lain diatas kapal tersebut. Akibatnya Lurah Astrasusila bersama kedua temannya dibunuh diatas kapal tersebut. Berita mengenai terbunuhnya Lurah Astrasusila diketahui oleh Sultan Ageng Tirtayasa sehingga memicu aksi balas dendam dan perlawanan dari Banten Djajadiningrat, 198373.Penyerangan yang dilakukan Benten secara terus menerus terhadap VOC membuat kedudukan VOC semakin terdesak sampai medekati batas kota Batavia. Akhirnya VOC mengajukan gencatan senjata. Menyadari bahwa Banten akan menolak perjanjan gencatan senjata, maka VOC membujuk sultan Jambi untuk mengakomodasi perjanjian tersebut. Maka sultan Jambi pun mengirimkan utusannya yaitu Kiyai Damang Dirade Wangsa dan Kiyai Ingali Marta Sidana. Pada tanggal 10 Juli 165940, ditandatangani perjanjian gencatan senjata antara Banten dan senjata ini dimanfaatkan oleh Sultan Ageng Tirtayasa untuk melakukan konsolidasi kekuatan, diantaranya menjalin hubungan dengan Inggris, Perancis, Turki, dan Denmark41, dengan tujuan memperoleh bantuan senjata. Gencatan senjata ini membuat blokade yang dilakukan oleh VOC terhadap pelabuhan Banten kembali dibuka. Berbagai cara yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa membuat Banten berkembang dengan pesat. Hal tersebut memicu Gubernur Jendral Ryklop van Goens sebagai pengganti Gubernur Jendral Joan Maetsuyker menulis surat yang ditujukan kepada kerajaan Belanda tertanggal 31 Januari 167942 tentang usaha untuk menghancurkan dan melenyapkan Banten – Kerajaan Banten adalah sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Provinsi Banten, Indonesia. Awal berdirinya sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukkan beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan ini dilakukan oleh Maulana Hasanuddin, putra dari Sunan Gunung Jati. Kemudian di tahun 1570, Maulana Yusuf, putra dari Maulana Hasanuddin naik tahta dan melanjutkan ekspansi Banten dengan menaklukkan kerajaan Padjajaran di tahun 1579. Setelah itu ia digantikan lagi oleh putranya, yaitu Maulana Muhammad yang mencoba menaklukkan Palembang di tahun 1596 namun gagal karena ia meninggal dalam penaklukan Banten bertahan selama hampir 3 abad lamanya bahkan hingga mencapai masa kejayaan yang luar biasa. Masa kejayaannya bersamaan dengan kedatangan penjajah dari Eropa dan menanamkan pengaruhnya di bumi nusantara termasuk di kerajaan kejayaan kerajaan Banten berlangsung di masa kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa yang bertahta sejak tahun 1651 hingga 1682. Pada masa itu Banten memiliki armada yang mengesankan, yang dibangun atas contoh Eropa, serta juga telah mengupah orang Eropa bekerja pada Kesultanan Banten. Dalam mengamankan jalur pelayarannya, Kerajaan Banten juga mengirimkan armada lautnya ke Sukadana atau Kerajaan Tanjungpura Kalimantan Barat dan menaklukkannya di tahun 1661. Pada masa itu Kerajaan Banten juga berusaha keluar dari tekanan yang dilakukan VOC, yang sebelumnya telah melakukan blokade atas kapal-kapal dagang menuju Kerajaan Banten ke tangan VOCPasukan Banten mulai menyerang Batavia pada tahun 1652 yang dimulai dari Tangerang dan Angke. Untuk meredakan perlawanan tersebut, VOC mengirimkan utusan sebanyak 2 kali pada tahun 1655 dengan menawarkan pembaharuan perjanjian tahun 1645 disertai hadiah-hadiah yang menarik, namun keseluruhannya ditolak oleh Sultan Ageng. Bahkan Sultan Ageng menanggapinya dengan memerintahkan pasukan Banten pada tahun 1656 untuk melakukan gerilya besar-besaran dengan mengadakan pengrusakan terhadap kebun-kebun tebu, pencegatan serdadu patroli VOC, pembakaran markas patroli, dan pembunuhan terhadap beberapa orang Belanda yang keseluruhan dilakukan pada malam hari. Selain itu, pasukan Banten juga merusak kapal-kapal milik Belanda yang berada di pelabuhan Banten, sehingga untuk memasuki Banten, diperlukan pasukan yang kuat untuk mengawal kapal-kapal saat itu, Kerajaan Banten juga mendapat sejumlah dukungan dari beberapa kerajaan seperti Kesultanan Cirebon dan Mataram. Ditambah lagi sejumlah dukungan dari luar negeri seperti Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark yang memberikan bantuannya berupa senjata api. Hal ini semakin memperkuat kedudukan dan kekuatan kerajaan Banten dalam menghadapi Banten mulai melemah ketika terjadinya perang saudara. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1680 dimana muncul perselisihan dalam Kerajaan Banten, akibat perebutan kekuasaan dan pertentangan antara Sultan Ageng dengan putranya Sultan Haji Sultan Abu Nashar Abdul Qahar. Perpecahan inipun dimanfaatkan oleh VOC Vereenigde Oostindische Compagnie yang memberikan dukungan kepada Sultan Haji, sehingga perang saudara tidak dapat Haji pun berhasil mengambil alih kekuasaan sehingga kerajaan Banten pun tidak lagi mendapat sejumlah dukungan dari kerajaan lainnya terutama dari kaum muslim mengingat saat itu kekuasaan dipegang oleh Sultan Haji yang berpihak pada VOC. Oleh karena itu, untuk memperkuat posisinya, Sultan Haji sempat mengirimkan 2 orang utusannya untuk menemui Raja Inggris di London pada tahun 1682 untuk mendapatkan dukungan serta bantuan perang ini Sultan Ageng terpaksa mundur dari istananya dan pindah ke kawasan yang disebut dengan Tirtayasa, namun pada 28 Desember 1682 kawasan ini juga dikuasai oleh Sultan Haji bersama VOC. Sementara itu, Sultan Ageng bersama putranya yang lain, yaitu Pangeran Purbaya serta Syekh Yusuf dari Makassar mundur ke arah selatan pedalaman Sunda. Namun pada 14 Maret 1683, Sultan Ageng tertangkap kemudian ditahan di mengapa Sultan Haji berpihak pada VOC dan tega merebut kekuasaan ayahnya? Hal ini dikarenakan adanya pendekatan dan penghasutan yang dilakukan oleh seorang wakil Belanda di Banten, yaitu W. Caeff. Karenanya, Sultan Haji mencurigai Sultan Ageng dan saudaranya, Pangeran Purbaya yang akan naik tahta. Karena takut bahwa dirinya tidak bisa naik tahta karena masih ada saudaranya yang lain, maka Sultan Haji pun akhirnya meminta bantuan VOC dan menerima semua persyaratan yang diajukan oleh masa pemerintahannya, Kerajaan Banten semakin porak-poranda dengan maraknya kerusuhan, pemberontakan, pembunuhan, perampokan, kekacauan di segala bidang yang kerap terjadi di mana-mana. Bahkan sempat terjadi di dalam kota pembakaran yang membumihanguskan 2/3 bangunan. Sepeninggal Sultan Haji maka terjadilah perebutan kekuasaan di antara anak-anaknya. Tentu saja campur tangan Kompeni tidak terelakkan yang akhirnya menjadikan putra pertama Sultan Haji, yaitu Pangeran Ratu menjadi Sultan Banten yang bergelar Sultan Abdul Fadhl Muhammad Yahya 1687-1690. Ternyata Sultan ini sangat membenci Belanda dan berniat mengembalikan kejayaan Banten. Akan tetapi selang tiga tahun kemudian ia sakit dan tak lama kemudian ia pada akhirnya kerajaan ini benar-benar runtuh pada tahun 1813 setelah sebelumnya Istana Surosowan yang merupakan simbol kekuasaan kota Intan di Banten dihancurkan. Ditambah lagi di masa-masa akhir pemerintahannya, para Sultan Banten tidak lebih dari sekedar Raja bawahan dari pemerintahan kolonial di Hindia Belanda.